Bulan puasa telah tiba, tiada tempat yang paling berkesan dalam
menjalankan ibadah puasa kecuali di kampung halaman sendiri (tentu yang
dimaksud adalah desa tercinta “Solokuro”).
Datangnya bulan ramadhan selalu disambut dengan suka cita oleh seluruh warga
masyarakat. Salah satu wujud penyambutan itu adalah membersihkan diri dengan
mandi kramas di kolam pemandian paling tersohor “sendang”. Bukan berarti warga
sehari-hari jarang kramas, tapi merupakan simbol pensucian diri untuk menyambut
datangnya bulan suci. Sehari sebelum berpuasa (terutama menjelang magrib) di
kolam pemandian sendang penuh sesak dengan warga yang mandi kramas.
Suasana ramadhan-pun semakin kental menjelang waktu isya’, dari langgar
pak Mujib terdengar sayup-sayup
kumandang do’a untuk menyambut datangnya bulan suci.
Allahumma sallimna li romadhon..
Wa sallim romadhona lanaa..
Wa tasallamhu minna mutaqabbala…
Wa sallim romadhona lanaa..
Wa tasallamhu minna mutaqabbala…
Alunan do’a itu sangat menyentuh, tapi sebagian
besar belum tahu siapa pemilik suara khas tersebut…? Mohon para Solokuro mania
bisa member jawabannya.
Alunan puji-pujian itu seakan mengiringi tiap langkah warga yang mendatangi
tempat-tempat ibadah untuk melaksanakan sholat taraweh. Sungguh suasana yang
hanya bisa didapat dan dirasakan di Solokuro.
Keheningan malam desa sesekali terpecahkan oleh suara ‘aamiin....’ dari para jama’ah di
mushollah dan masjid, diluar kedua tempat tersebut benar-benar suasananya
sangat sepi dan hening, karena hampir semua warga melakukan sholat taraweh
berjama’ah.
Namun, selesai sholat taraweh, geliat malam desa-pun mulai hidup
kembali. Beberapa warga mulai mencari peruntungan dengan membuka gerai dagangan di malam hari.
Berbagai jenis jajanan favorit bulan puasa tersedia, mulai dari rujak, lemi,
baso, semur dan tentu yang paling istimewa adalah tebu. Ya, tebu merupakan
jajanan paling favorit saat bulan puasa.
Masjid dan terutama mushollah-mushollah juga mulai ramai dengan suara alunan
Al-qur’an yang dibacakan oleh warga yang sedang tadarus. Biasanya tadarus ini
dilakukan dengan cara berkelompok. Ada kelompok ibu-ibu, anak-anak sekolah
maupun bapak-bapak. Kegiatan tadarus ini dilakukan sampai agak larut malam, hingga
waktu istirahat pun tiba sekitar jam 11 atau 12 malam.
Dikeheningan malam menjelang pagi, riuh suara patrol disertai celotehan
canda anak-anak desa membangunkan warga dari tidurnya yang lelap. Sesekali dari
langgar pak Mukran dan pak Mujib terdengar peringatan untuk melaksanakan sahur.
...”S a h u r – s a h u r...sak meniko
sampun jam tigo lewat sedoso menit, bapak ibu engkang dereng sahur, supadhos
enggal-enggal sahur...!!!”.
Tak lama berselang, suasana desa kembali ramai, terutama suara benturan
alat-alat masak yang sedang difungsikan oleh ibu-ibu yang sedang menyiapkan
makan sahur. Beberapa warga juga suda mulai keluar rumah untuk sekedar saling
sapa dengan tetangga. Biasanya mereka akan saling tanya apakah sudah sahur apa
belum, dan sahur dengan lauk apa? Bahkan tidak jarang para warga yang masih
bertetanggan itu saling tukar makanan. Betapa indah suasana ini, di pagi hari
yang masih gelap-pun kerukunan warga sudah dimulai.
Waktu imsak sudah tiba, dan lagi-lagi terdengar peringatan dari
mushollah. ..sak meniko sampun jam
sekawan lewat sedoso menit, enggemeniko waktunipon imsak...berbarengan
dengan peringatan itu, para warga sudah mulai keluar rumah untuk menuju masjid
dan mushollah. Dari masjid telah terdengar suara solawat tarkhim sebagai tanda
bahwa waktu subuh sudah dekat. ...asholatu
wassalamu ‘alaih....
Jumlah jama’ah sholat subuh di masjid dan mushollah memang meningkat.
Para jama’ah begitu bersemangat untuk melaksanakan sholat berjama’ah dan
mendengarkan ceramah (kultum) yang disampaikan oleh para ustadz. Ustadz yang
menyampaikan ceramah ini biasanya dilakukan secara berjadwal sehingga tiap hari
bergantian baik yang menjadi imam maupun ceramahnya.
Setelah sholat subuh masyarakat beberapa tahun
terakhir memiliki kebiasaan untuk jalan pagi. Disamping kegiatan ibadah,
kegiatan yang bersifat olahraga ini juga bernilai positif serta memiliki
kekhasan dari suasana ramadhan di Solokuro. ..Solokuro memang tak tergantikan. Met Puasa Dulur sedoyo.
0 komentar:
Posting Komentar