Senin, 10 September 2012

SEBUA IDE


Desa Solokuro, dikaruniahi lahan yang luas sebagai tempat bercocok tanam bagi warganya. Walaupun tidak terlalu subur dan irigasi yang minim, namun keuletan warganya menjadikan Solokuro tidak kekurangan dalam hal produk pertanian. Berbagai tanaman tumbuh dengan baik di ladang para petani desa, bahkan hutan yang liar-pun acap kali memberikan nilai lebih pada tanaman liar yang bisa diolah sebagai makanan bermutu.
Umunya, hasil pertanian warga masih beroerientasi pada kebutuhan domestik rumah tangga saja. Walaupun demikian tidak jarang sebagian warga juga menjual “dalam jumlah yang tidak terlalu besar” untuk memenuhi kebutuhan lain diluar yang dihasilkan dari pertanian sendiri.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu hari nanti pertanian Solokuro juga akan bergeser orientasinya dari kebutuhan domestik ke orientasi pasar. Ketika orientasi ini dijalankan, sangat diharapkan bahwa hasil pertanian ini nanti tidak dilepas ke pasar dalam bentuk produk mentah. Karena disamping hasilnya sangat kecil bila dijual dalam bentuk produk jadi ataupun setengah jadi, proses pengolahan produk pertanian tersebut juga melibatkan masyarakat yang akan mengurangi tingkat pengangguran terbuka warga.
Semua hasil pertanian sebenarnya bisa diolah menjadi produk jadi ataupun setengah jadi. Tentu pengolahan ini juga harus dilakukan dengan ketrampilan yang memadai dan ditunjang oleh Teknologi Tepat Guna yang menjadikan produk itu berkualitas. Karenanya secara sederhana kita bisa melakukannya dengan skema sebagaimana dibawah ini :
Mari kita inventarisir hasil pertanian desa Solokuro tentu semua harus diorientasikan menjadi produk olahan. Pertama tentu saja padi, selama ini padi sebagian besar dijual dalam bentuk beras atau bahkan gabah. Harganya tentu lebih murah jika dijual dalam bentuk tepung atau bahakan kue kering. Bagaimana dengan jagung? Coba kita perhatikan seksama ketika kita memasuki toko makanan, berapa banyak produk olahan jagung yang sudah menjadi makanan lezat, bahkan tak jarang makanan tersebut merupakan produksi luar negeri. Belum lagi mangga yang jumlahnya melimpah bahkan pernah dijadikan sebagai makanan sapi, tentu produk tersebut akan bernilai lebih jika dibuat jus ataupun manisan yang dapat bertahan lama. Hal yang sama juga berlaku bagi gadung, tanaman liar ini sudah lama menjadi bahan olahan warga, namun belum berorientasi pasar.

Pentingnya Produk Khas Lokal
Masyarakat modern sekarang ini memiliki mobilitas tinggi dan beredar pada wilayah yang semakin luas. Sebagai desa kecamatan (kota Kecamatan) Solokuro memiliki peran strategis sebagai tujuan masyarakat untuk berkunjung, apalagi letaknya yang memungkinkan sebagai jalan alternatif dari daerah selatan menuju daerah utara Lamongan (Paciran dan sekitarnya), Solokuro bisa menjadi tujuan singgah yang strategis. Karenanya kita tawarkan desa kita tercinta dengan kekhasan yang mengesankan.
Kalau kita ke lampung yang kita buru adalah kripik pisang lampung, kalau kita ke Bengkulu yang kita buru tentu Lempok Durian, kalau kita ke Palembang tidak ada lain pastinya Empek-empek dan lain sebgainya. Setiap daerah ditunjang dengan ke-khsan daerah masing-masing baik itu kuliner, maniK-manik, batik daerah dan lain sebagainya. Saya bermimpi suatu saat orang yang lewat Solokuro akan menyesal kalau belum membawa pulang krupuk gadung Solokuro, Bubur Jenjet, Gantot, manisan atau produk-produk lain yang menjadi ciri khas Solokuro. Piye dulur iso gak kita memproduksi ciri khas desa kita yang menjadi andalan desa kita tercinta?

1 komentar:

Anonim mengatakan...

isyaAlloh masyarakat kita siap, sing penting ono komandane,,,, terus yang pasti bahan bakunya harus ada dan pemasarannya juga harus diperhatikan...
semoga mimpinya segera jadi kenyataan...maju terus...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India