Desa Solokuro, dikaruniahi lahan yang luas sebagai tempat bercocok
tanam bagi warganya. Walaupun tidak terlalu subur dan irigasi yang minim, namun
keuletan warganya menjadikan Solokuro tidak kekurangan dalam hal produk
pertanian. Berbagai tanaman tumbuh dengan baik di ladang para petani desa,
bahkan hutan yang liar-pun acap kali memberikan nilai lebih pada tanaman liar
yang bisa diolah sebagai makanan bermutu.
Umunya, hasil pertanian warga masih beroerientasi pada kebutuhan domestik
rumah tangga saja. Walaupun demikian tidak jarang sebagian warga juga menjual “dalam
jumlah yang tidak terlalu besar” untuk memenuhi kebutuhan lain diluar yang
dihasilkan dari pertanian sendiri.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu hari nanti
pertanian Solokuro juga akan bergeser orientasinya dari kebutuhan domestik ke
orientasi pasar. Ketika orientasi ini dijalankan, sangat diharapkan bahwa hasil
pertanian ini nanti tidak dilepas ke pasar dalam bentuk produk mentah. Karena disamping
hasilnya sangat kecil bila dijual dalam bentuk produk jadi ataupun setengah
jadi, proses pengolahan produk pertanian tersebut juga melibatkan masyarakat
yang akan mengurangi tingkat pengangguran terbuka warga.
Semua hasil pertanian sebenarnya bisa diolah menjadi produk jadi
ataupun setengah jadi. Tentu pengolahan ini juga harus dilakukan dengan
ketrampilan yang memadai dan ditunjang oleh Teknologi Tepat Guna yang
menjadikan produk itu berkualitas. Karenanya secara sederhana kita bisa
melakukannya dengan skema sebagaimana dibawah ini :
Mari kita inventarisir hasil pertanian desa Solokuro tentu semua harus
diorientasikan menjadi produk olahan. Pertama tentu saja padi, selama ini padi
sebagian besar dijual dalam bentuk beras atau bahkan gabah. Harganya tentu
lebih murah jika dijual dalam bentuk tepung atau bahakan kue kering. Bagaimana dengan
jagung? Coba kita perhatikan seksama ketika kita memasuki toko makanan, berapa
banyak produk olahan jagung yang sudah menjadi makanan lezat, bahkan tak jarang
makanan tersebut merupakan produksi luar negeri. Belum lagi mangga yang
jumlahnya melimpah bahkan pernah dijadikan sebagai makanan sapi, tentu produk
tersebut akan bernilai lebih jika dibuat jus ataupun manisan yang dapat
bertahan lama. Hal yang sama juga berlaku bagi gadung, tanaman liar ini sudah
lama menjadi bahan olahan warga, namun belum berorientasi pasar.
Pentingnya Produk Khas Lokal
Masyarakat modern sekarang ini memiliki mobilitas tinggi dan beredar
pada wilayah yang semakin luas. Sebagai desa kecamatan (kota Kecamatan)
Solokuro memiliki peran strategis sebagai tujuan masyarakat untuk berkunjung,
apalagi letaknya yang memungkinkan sebagai jalan alternatif dari daerah selatan
menuju daerah utara Lamongan (Paciran dan sekitarnya), Solokuro bisa menjadi
tujuan singgah yang strategis. Karenanya kita tawarkan desa kita tercinta
dengan kekhasan yang mengesankan.
Kalau kita ke lampung yang kita buru adalah kripik pisang lampung,
kalau kita ke Bengkulu yang kita buru tentu Lempok Durian, kalau kita ke
Palembang tidak ada lain pastinya Empek-empek dan lain sebgainya. Setiap daerah
ditunjang dengan ke-khsan daerah masing-masing baik itu kuliner, maniK-manik,
batik daerah dan lain sebagainya. Saya bermimpi suatu saat orang yang lewat
Solokuro akan menyesal kalau belum membawa pulang krupuk gadung Solokuro, Bubur
Jenjet, Gantot, manisan atau produk-produk lain yang menjadi ciri khas
Solokuro. Piye dulur iso gak kita memproduksi ciri khas desa kita yang menjadi
andalan desa kita tercinta?
1 komentar:
isyaAlloh masyarakat kita siap, sing penting ono komandane,,,, terus yang pasti bahan bakunya harus ada dan pemasarannya juga harus diperhatikan...
semoga mimpinya segera jadi kenyataan...maju terus...
Posting Komentar